PERANAN PENDIDIKAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peranan pendidikan dalam kehidupan sangat penting. Menurut UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Demikian pentingnya peranan pendidikan, maka dalam UUD 1945
diamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapat pendidikan,
pengajaran dan pemerintah mengusahakan untuk menyelenggarakan suatu sistem
pendidikan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang.
Perguruan tinggi sebagai salah satu instrumen pendidikan nasional
diharapkan dapat menjadi pusat penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan
tinggi serta pemeliharaan, pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian sebagai suatu masyarakat ilmiah yang dapat
meningkatkan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-
Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS),
penyelenggara pendidikan tinggi nasional yang berlaku di Indonesia dilakukan
oleh pemerintah melalui Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi
Kedinasan (PTK), Perguruan Tinggi Agama (PTA), maupun swasta melalui
Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Data yang diperoleh dari Ditjen Dikti Depdiknas menyebutkan jumlah
Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup
pesat khususnya pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Sampai dengan akhir
tahun 2006, jumlah PTN sebanyak 82, PTA sebanyak 18, PTK berjumlah 4, serta
terdapat 2.750 PTS. Peningkatan jumlah perguruan tinggi di Indonesia
Minat masyarakat yang masih tinggi untuk menyekolahkan anak hingga
perguruan tinggi, diikuti oleh semakin tingginya kebutuhan industri terhadap
lulusan PT merupakan peluang bagi PTS. Selain itu bertambahnya jumlah
mahasiswa dengan usia yang lebih tua, menunjukkan kebutuhan akan pendidikan
yang semakin tinggi. Mereka rata-rata sudah bekerja namun merasa pendidikan
yang dimiliki masih belum cukup sehingga berusaha mengikuti pendidikan
lanjutan.
Di sisi lain, dunia pendidikan Indonesia masih harus menghadapi berbagai
tantangan yang tidak ringan. Masalah besar dunia pendidikan di perguruan tinggi
tersebut adalah menyiapkan lulusan dengan kemampuan lebih, yaitu kemampuan
akademik (hard skill) dengan didukung oleh integritas kepribadian dan
kemampuan untuk bersosialisasi dalam dunia kerja (soft skill). Kebutuhan akan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pengembangan softskill yang
meliputi peningkatan kemampuan personal (kepemimpinan, kejujuran, tanggung
jawab, integritas dan visi ke depan), kemampuan kerjasama dalam team work,
dan motivasi kerja yang tinggi, mengharuskan perguruan tinggi mampu
menampilkan citra positif sebagai institusi berkualitas yang peduli dengan
kondisi masyarakat dan adaptif terhadap berbagai perubahan, perkembangan
maupun tuntutan masyarakat. Seperti diungkapkan oleh Freed and Klugman,
(1997) dan Seymour (1992) bahwa tantangan lainnya yang harus dihadapi PT
antara lain pertanggungjawaban kepada masyarakat yang semakin besar,
hambatan keuangan, harapan yang lebih besar dalam peningkatan akses
kerjasama, perhatian yang lebih pada upaya peningkatan kualitas, serta masalah
biaya pendidikan. Selanjutnya Blustain et al. (1999); Bonser (1992) serta Rubach
and Stratton (1994) menyatakan bahwa lingkungan persaingan baru perguruan
kejadian-kejadian eksternal seperti perubahan demografi, teknologi, persaingan
antar lembaga, dan ekonomi global yang serba kompleks.
Perubahan tuntutan masyarakat terhadap perguruan tinggi dewasa ini
bukan hanya terbatas pada kemampuan untuk menghasilkan lulusan yang diukur
secara akademis, melainkan perguruan tinggi tersebut harus mampu
membuktikan kualitas tinggi yang didukung akuntabilitas yang tinggi pula.
Tantangan lainnya yang harus dihadapi PT saat ini adalah kondisi perekonomian
Indonesia yang belum memungkinkan untuk menaikkan biaya pendidikan secara
ideal. Ditambah lagi semakin terbatasnya sumber dana dari pemerintah, serta arah
pembangunan Indonesia yang belum jelas, khususnya pengelolaan pendidikan
menjadikan tantangan yang dihadapi PT di Indonesia semakin berat. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik tahun 2004, persentase pengeluaran per kapita
penduduk perkotaan untuk biaya pendidikan di Indonesia adalah 4,27% per
bulan, sedangkan bagi penduduk pedesaan sebesar 2,27% (Kompas, 2007).
Kondisi lain yang harus dihadapi pendidikan tinggi Indonesia saat ini
adalah masalah persaingan yang semakin ketat. Sebelumnya, perguruan-
perguruan tinggi di Indonesia, baik yang berstatus negeri maupun swasta hanya
bersaing dengan sesama perguruan tinggi di Indonesia saja. Tetapi kini pesaing
yang harus “ditaklukkan” selain dari Indonesia, juga berbagai instansi yang
merupakan jaringan dari perguruan-perguruan tinggi di tingkat regional maupun
internasional. Belum lagi berbagai perguruan tinggi baru yang muncul di tanah
air dan didirikan oleh berbagai kelompok usaha atau industri yang tentu saja
memiliki dukungan dana yang besar. Selain itu, lembaga pendidikan luar negeri
akreditasi nasional maupun internasional), serta transparansi dalam pengelolaan
universitas semakin menambah tingkat perubahan dalam lingkungan eksternal
pendidikan tinggi di Indonesia. Ditambah lagi jumlah perguruan tinggi baik PTN,
PTS, PTA, PTK maupun perguruan tinggi asing yang bekerjasama dengan
berbagai perguruan tinggi yang terus meningkat, menjadikan tingkat persaingan
yang semakin tinggi dalam industri pendidikan nasional.
Posisi perguruan tinggi Indonesia di tingkat internasional dapat juga
dilihat dari daftar perguruan tinggi terbaik di dunia yang dikeluarkan oleh Times
Higher Education Supplement (THES). Dari daftar yang dikeluarkan oleh THES
yang terbit di London tersebut, tidak ada perguruan tinggi Indonesia yang masuk
100 besar. Namun demikian, untuk pertama kalinya pada tahun 2006 ini empat
perguruan tinggi negeri Indonesia masuk dalam daftar 500 universitas terbaik
dunia (Jawa Pos, 2006). Hal ini merupakan sebuah prestasi. Namun memang
masih sangat jauh dari harapan, mengingat masih banyak lagi PTN dan PTS
Indonesia tidak masuk dalam daftar tersebut, sehingga perlu disadari bahwa
betapa belum meratanya kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Perguruan tinggi swasta harus menerapkan sudut pemikiran baru yang
mengandung unsur fleksibilitas, kecepatan, inovasi, dan integrasi. Fleksibilitas,
kecepatan, inovasi dan integrasi sangat memerlukan sumberdaya manusia yang
penuh dengan kreativitas. Kreativitas dapat muncul dari sumberdaya manusia
yang memiliki keunggulan dalam ilmu pengetahuan. Dengan demikian, PTS
diharapkan tidak hanya mampu menghasilkan lulusan terbaik, tetapi juga mampu
mengembangkan dua hal yang terkandung dalam Tri Dharma perguruan tinggi,
mampu beradaptasi, berkembang dan melakukan pembelajaran melalui
pembelajaran organisasi (Kogut and Zander, 1992; Henderson and Cockburn,
1994). Seperti juga diungkapkan oleh Marquardt (1996:15) agar dapat mencapai
dan mempertahankan keunggulan bersaing dalam lingkungan bisnis yang berubah
dengan cepat, organisasi harus dapat meningkatkan kapasitas pembelajarannya.
Kemampuan PTS untuk tetap memperbaharui pengetahuannya melalui
proses pembelajaran terasa lebih penting sekarang ini dibandingkan sebelumnya.
Pembelajaran organisasi merupakan proses dimana organisasi menggunakan
pengetahuan yang ada dan membangun berbagai pengetahuan baru untuk
membentuk pengembangan kompetensi baru yang sangat penting dalam
lingkungan yang terus berubah (Kogut and Zander, 1992; Henderson and
Cockburn, 1994). Pengertian lain menyatakan bahwa pembelajaran organisasi
adalah proses pembelajaran berkelanjutan dan mentransformalisasikan dirinya ke
dalam kapasitas untuk melakukan inovasi dan peningkatan pertumbuhan
(Watkins and Marsick, 1993). Pembelajaran organisasi dianggap sebagai salah
satu komponen strategis dalam mencapai kesuksesan organisasi jangka panjang
(Senge, 1990; Harung, 1996; Cunninghan and Gerrad, 2000). Kemampuan
perusahaan untuk belajar lebih cepat dibandingkan pesaingnya merupakan
sumber keunggulan bersaing yang berkesinambungan (DeGeus, 1988). Menurut
Marquardt (1996:30) pembelajaran organisasi dapat dibangun melalui sistem
berpikir, model mental, keahlian personal, kerjasama tim, membagi visi bersama,
dan dialog.
PTS juga terus dihadapkan pada tekanan untuk melakukan perubahan.
fleksibilitas dan daya tanggap, serta melalui perubahan di dalam organisasi.
Perubahan tersebut berkaitan dengan efektivitas proses belajar mengajar.
Perguruan tinggi harus mengadopsi proses-proses khusus agar dapat mendorong
perbaikan proses belajar mengajar.
Wang and Lo (2003) menemukan bahwa pembelajaran organisasi
memiliki pengaruh positif terhadap kompetensi. Demikan pula Chaston and
Badger (1999) yang menyatakan bahwa pembelajaran organisasi merupakan
antecedent dari kompetensi organisasi. Pembelajaran organisasi membawa
karyawan dan sumberdaya lainnya bersama-sama membangun kompetensi, dan
karyawan secara terus menerus mempergunakan pengetahuan dan keahliannya
untuk mengatasi masalah-masalah operasional dan strategis sehingga kompetensi
dapat ditingkatkan.
Pembelajaran organisasi yang dilakukan oleh PTS akan menciptakan
kompetensi inti dan strategi guna membantu dalam mencapai kesuksesan (Hitt et
al., 1998). Sumberdaya adalah aset-aset khusus perusahaan yang sulit ditiru,
dimana kompetensi dihasilkan dari integrasi aset-aset khusus tersebut (Teece et
al., 1997). Capron and Hulland (1999) mendefinisikan sumberdaya sebagai
sejumlah pengetahuan, aset fisik, manusia, dan faktor-faktor berwujud dan tidak
berwujud lainnya yang dimiliki atau dikendalikan perusahaan, yang
memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan secara efektif dan efisien
penawaran pasar yang bernilai untuk beberapa segmen pasar. Sedangkan
kompetensi didefinisikan sebagai: “....kemampuan dan pengetahuan yang
menjadi dasar pemecahan masalah sehari-hari...” (Henderson and Cockburn,
dan pembelajaran karyawan, serta teknologi, manajerial dan sistem nilai
perusahaan.
Khandekar and Sharma (2006) melakukan penelitian yang bertujuan
menunjukkan peran pembelajaran organisasi yang semakin penting bagi kinerja
perusahaan. Ditemukan bahwa pembelajaran organisasi, melalui aktivitas
sumberdaya manusia, memiliki hubungan positif terhadap kinerja keuangan.
Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Prieto and Revilla (2006) yang
menemukan bahwa terdapat pengaruh positif antara kemampuan pembelajaran
baik dengan kinerja non keuangan maupun dengan kinerja keuangan.
Dengan mengoptimalkan kompetensi yang dimiliki oleh PTS, akan
diperoleh keunggulan bersaing yang berkesinambungan (sustained competitive
advantage). Kompetensi yang dimiliki akan menjadi sumber keunggulan bersaing
ketika perguruan tinggi memiliki kompetensi yang bernilai, langka, sulit ditiru
dan sulit untuk digantikan (Barney, 1991). Kompetensi yang dimiliki perusahaan
akan menentukan dan menjaga posisi persaingan perusahaan di industrinya (Pace
et al., 2005). Koordinasi sumberdaya strategis yang tinggi menyebabkan PTS
dapat meningkatkan kinerja, seperti yang dinyatakan oleh Durand (1999:45)
bahwa koordinasi yang baik menciptakan kondisi yang mendukung terciptanya
sumberdaya yang non-imitability, non-tranferability dan non-substitutability,
yang merupakan kunci dalam memperoleh keunggulan bersaing. Slater and
Narver (1994) menjelaskan bahwa bisnis yang mengaplikasikan kompetensi
secara signifikan untuk memahami pesaing dan konsumennya serta
mengkoordinasikan aktivitasnya ke seluruh fungsi bisnis bagi usaha penciptaan
menyatakan bahwa kinerja yang tinggi akan lebih mudah diraih apabila
perusahaan memiliki kompetensi yang handal (Wernerfelt, 1984; Barney, 1991;
Amit and Schoemaker, 1993).
Perubahan kondisi bisnis berdampak pula terhadap strategi perusahaan
pada umumnya dan strategi diversifikasi pada khususnya. Pemilihan strategi yang
tepat dimulai dari tingkat korporat. Pendekatan utama strategi tingkat korporat
adalah diversifikasi (Hitt et al., 2005:184). Menurut Bettis and Mahajan (1985)
diversifikasi bisnis adalah keanekaragaman jenis usaha baik yang saling berkaitan
(related business) maupun yang tidak saling berkaitan (unrelated business).
Strategi diversifikasi terjadi ketika suatu perusahaan memutuskan untuk masuk
ke produk atau pasar yang berbeda. Strategi diversifikasi adalah strategi
pertumbuhan perusahaan dimana perusahaan melakukan ekspansi operasinya
dengan memasuki industri yang berbeda (Coulter, 2002:260). Diversifikasi yang
terjadi tidak hanya berkaitan dengan variasi produk yang dihasilkan (diversifikasi
produk) namun juga dalam hal hubungan yang dibangun diantara bisnis-bisnis
yang dimiliki.
Penelitian O’Regan and Ghobadian (2004) menemukan bahwa
kompetensi perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap strategi dan
pencapaian kinerja secara keseluruhan. Tingkat profitabilitas tertinggi akan
dicapai oleh perusahaan yang menjalankan strategi diversifikasi yang sesuai
dengan keahlian dan sumberdaya strategis yang dimilikinya (Carleton et al.,
1984). Sebaliknya, ketika perusahaan tidak memiliki sumberdaya strategis yang
cukup untuk mendukung strategi diversifikasi, maka perusahaan akan menemui
menyatakan bahwa kinerja yang tinggi akan lebih mudah diraih apabila
perusahaan memiliki kompetensi yang handal (Wernerfelt, 1984; Barney, 1991;
Amit and Schoemaker, 1993).
Perubahan kondisi bisnis berdampak pula terhadap strategi perusahaan
pada umumnya dan strategi diversifikasi pada khususnya. Pemilihan strategi yang
tepat dimulai dari tingkat korporat. Pendekatan utama strategi tingkat korporat
adalah diversifikasi (Hitt et al., 2005:184). Menurut Bettis and Mahajan (1985)
diversifikasi bisnis adalah keanekaragaman jenis usaha baik yang saling berkaitan
(related business) maupun yang tidak saling berkaitan (unrelated business).
Strategi diversifikasi terjadi ketika suatu perusahaan memutuskan untuk masuk
ke produk atau pasar yang berbeda. Strategi diversifikasi adalah strategi
pertumbuhan perusahaan dimana perusahaan melakukan ekspansi operasinya
dengan memasuki industri yang berbeda (Coulter, 2002:260). Diversifikasi yang
terjadi tidak hanya berkaitan dengan variasi produk yang dihasilkan (diversifikasi
produk) namun juga dalam hal hubungan yang dibangun diantara bisnis-bisnis
yang dimiliki.
Penelitian O’Regan and Ghobadian (2004) menemukan bahwa
kompetensi perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap strategi dan
pencapaian kinerja secara keseluruhan. Tingkat profitabilitas tertinggi akan
dicapai oleh perusahaan yang menjalankan strategi diversifikasi yang sesuai
dengan keahlian dan sumberdaya strategis yang dimilikinya (Carleton et al.,
1984). Sebaliknya, ketika perusahaan tidak memiliki sumberdaya strategis yang
cukup untuk mendukung strategi diversifikasi, maka perusahaan akan menemui
dilihat dari semakin bertambahnya jumlah program studi yang ada dari tahun ke