Minggu, 01 Mei 2011


PERANAN PENDIDIKAN

PENDAHULUAN


Latar Belakang

Peranan pendidikan dalam kehidupan sangat penting. Menurut UU No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara. Demikian pentingnya peranan pendidikan, maka dalam UUD 1945

diamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapat pendidikan,

pengajaran dan pemerintah mengusahakan untuk menyelenggarakan suatu sistem

pendidikan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang.

Perguruan tinggi sebagai salah satu instrumen pendidikan nasional

diharapkan dapat menjadi pusat penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan

tinggi serta pemeliharaan, pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan,

teknologi dan/atau kesenian sebagai suatu masyarakat ilmiah yang dapat

meningkatkan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk

mencapai tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-

Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS),

penyelenggara pendidikan tinggi nasional yang berlaku di Indonesia dilakukan

oleh pemerintah melalui Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi

Kedinasan (PTK), Perguruan Tinggi Agama (PTA), maupun swasta melalui

Perguruan Tinggi Swasta (PTS).

Data yang diperoleh dari Ditjen Dikti Depdiknas menyebutkan jumlah

Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup

pesat khususnya pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Sampai dengan akhir

tahun 2006, jumlah PTN sebanyak 82, PTA sebanyak 18, PTK berjumlah 4, serta

terdapat 2.750 PTS. Peningkatan jumlah perguruan tinggi di Indonesia

menyebabkan persaingan semakin ketat.

Minat masyarakat yang masih tinggi untuk menyekolahkan anak hingga

perguruan tinggi, diikuti oleh semakin tingginya kebutuhan industri terhadap

lulusan PT merupakan peluang bagi PTS. Selain itu bertambahnya jumlah

mahasiswa dengan usia yang lebih tua, menunjukkan kebutuhan akan pendidikan

yang semakin tinggi. Mereka rata-rata sudah bekerja namun merasa pendidikan

yang dimiliki masih belum cukup sehingga berusaha mengikuti pendidikan

lanjutan.

Di sisi lain, dunia pendidikan Indonesia masih harus menghadapi berbagai

tantangan yang tidak ringan. Masalah besar dunia pendidikan di perguruan tinggi

tersebut adalah menyiapkan lulusan dengan kemampuan lebih, yaitu kemampuan

akademik (hard skill) dengan didukung oleh integritas kepribadian dan

kemampuan untuk bersosialisasi dalam dunia kerja (soft skill). Kebutuhan akan

peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pengembangan softskill yang

meliputi peningkatan kemampuan personal (kepemimpinan, kejujuran, tanggung

jawab, integritas dan visi ke depan), kemampuan kerjasama dalam team work,

dan motivasi kerja yang tinggi, mengharuskan perguruan tinggi mampu

menampilkan citra positif sebagai institusi berkualitas yang peduli dengan

kondisi masyarakat dan adaptif terhadap berbagai perubahan, perkembangan

maupun tuntutan masyarakat. Seperti diungkapkan oleh Freed and Klugman,

(1997) dan Seymour (1992) bahwa tantangan lainnya yang harus dihadapi PT

antara lain pertanggungjawaban kepada masyarakat yang semakin besar,

hambatan keuangan, harapan yang lebih besar dalam peningkatan akses

kerjasama, perhatian yang lebih pada upaya peningkatan kualitas, serta masalah

biaya pendidikan. Selanjutnya Blustain et al. (1999); Bonser (1992) serta Rubach

and Stratton (1994) menyatakan bahwa lingkungan persaingan baru perguruantinggi telah terbentuk, dimana perguruan tinggi tidak dapat lepas dari pengaruh

kejadian-kejadian eksternal seperti perubahan demografi, teknologi, persaingan

antar lembaga, dan ekonomi global yang serba kompleks.

Perubahan tuntutan masyarakat terhadap perguruan tinggi dewasa ini

bukan hanya terbatas pada kemampuan untuk menghasilkan lulusan yang diukur

secara akademis, melainkan perguruan tinggi tersebut harus mampu

membuktikan kualitas tinggi yang didukung akuntabilitas yang tinggi pula.

Tantangan lainnya yang harus dihadapi PT saat ini adalah kondisi perekonomian

Indonesia yang belum memungkinkan untuk menaikkan biaya pendidikan secara

ideal. Ditambah lagi semakin terbatasnya sumber dana dari pemerintah, serta arah

pembangunan Indonesia yang belum jelas, khususnya pengelolaan pendidikan

menjadikan tantangan yang dihadapi PT di Indonesia semakin berat. Berdasarkan

data Badan Pusat Statistik tahun 2004, persentase pengeluaran per kapita

penduduk perkotaan untuk biaya pendidikan di Indonesia adalah 4,27% per

bulan, sedangkan bagi penduduk pedesaan sebesar 2,27% (Kompas, 2007).

Kondisi lain yang harus dihadapi pendidikan tinggi Indonesia saat ini

adalah masalah persaingan yang semakin ketat. Sebelumnya, perguruan-

perguruan tinggi di Indonesia, baik yang berstatus negeri maupun swasta hanya

bersaing dengan sesama perguruan tinggi di Indonesia saja. Tetapi kini pesaing

yang harus “ditaklukkan” selain dari Indonesia, juga berbagai instansi yang

merupakan jaringan dari perguruan-perguruan tinggi di tingkat regional maupun

internasional. Belum lagi berbagai perguruan tinggi baru yang muncul di tanah

air dan didirikan oleh berbagai kelompok usaha atau industri yang tentu saja

memiliki dukungan dana yang besar. Selain itu, lembaga pendidikan luar negeri

yang semakin gencar mencari mahasiswa di Indonesia, semakin banyak kampus franchise, tuntutan kualitas pendidikan yang semakin meningkat (oleh lembaga

akreditasi nasional maupun internasional), serta transparansi dalam pengelolaan

universitas semakin menambah tingkat perubahan dalam lingkungan eksternal

pendidikan tinggi di Indonesia. Ditambah lagi jumlah perguruan tinggi baik PTN,

PTS, PTA, PTK maupun perguruan tinggi asing yang bekerjasama dengan

berbagai perguruan tinggi yang terus meningkat, menjadikan tingkat persaingan

yang semakin tinggi dalam industri pendidikan nasional.

Posisi perguruan tinggi Indonesia di tingkat internasional dapat juga

dilihat dari daftar perguruan tinggi terbaik di dunia yang dikeluarkan oleh Times

Higher Education Supplement (THES). Dari daftar yang dikeluarkan oleh THES

yang terbit di London tersebut, tidak ada perguruan tinggi Indonesia yang masuk

100 besar. Namun demikian, untuk pertama kalinya pada tahun 2006 ini empat

perguruan tinggi negeri Indonesia masuk dalam daftar 500 universitas terbaik

dunia (Jawa Pos, 2006). Hal ini merupakan sebuah prestasi. Namun memang

masih sangat jauh dari harapan, mengingat masih banyak lagi PTN dan PTS

Indonesia tidak masuk dalam daftar tersebut, sehingga perlu disadari bahwa

betapa belum meratanya kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Perguruan tinggi swasta harus menerapkan sudut pemikiran baru yang

mengandung unsur fleksibilitas, kecepatan, inovasi, dan integrasi. Fleksibilitas,

kecepatan, inovasi dan integrasi sangat memerlukan sumberdaya manusia yang

penuh dengan kreativitas. Kreativitas dapat muncul dari sumberdaya manusia

yang memiliki keunggulan dalam ilmu pengetahuan. Dengan demikian, PTS

diharapkan tidak hanya mampu menghasilkan lulusan terbaik, tetapi juga mampu

mengembangkan dua hal yang terkandung dalam Tri Dharma perguruan tinggi,

yakni meneliti dengan hasil riset yang berkualitas tinggi dan mengembangkan teknologi guna pengabdian kepada masyarakat. Untuk itu PTS diharuskan selalu

mampu beradaptasi, berkembang dan melakukan pembelajaran melalui

pembelajaran organisasi (Kogut and Zander, 1992; Henderson and Cockburn,

1994). Seperti juga diungkapkan oleh Marquardt (1996:15) agar dapat mencapai

dan mempertahankan keunggulan bersaing dalam lingkungan bisnis yang berubah

dengan cepat, organisasi harus dapat meningkatkan kapasitas pembelajarannya.

Kemampuan PTS untuk tetap memperbaharui pengetahuannya melalui

proses pembelajaran terasa lebih penting sekarang ini dibandingkan sebelumnya.

Pembelajaran organisasi merupakan proses dimana organisasi menggunakan

pengetahuan yang ada dan membangun berbagai pengetahuan baru untuk

membentuk pengembangan kompetensi baru yang sangat penting dalam

lingkungan yang terus berubah (Kogut and Zander, 1992; Henderson and

Cockburn, 1994). Pengertian lain menyatakan bahwa pembelajaran organisasi

adalah proses pembelajaran berkelanjutan dan mentransformalisasikan dirinya ke

dalam kapasitas untuk melakukan inovasi dan peningkatan pertumbuhan

(Watkins and Marsick, 1993). Pembelajaran organisasi dianggap sebagai salah

satu komponen strategis dalam mencapai kesuksesan organisasi jangka panjang

(Senge, 1990; Harung, 1996; Cunninghan and Gerrad, 2000). Kemampuan

perusahaan untuk belajar lebih cepat dibandingkan pesaingnya merupakan

sumber keunggulan bersaing yang berkesinambungan (DeGeus, 1988). Menurut

Marquardt (1996:30) pembelajaran organisasi dapat dibangun melalui sistem

berpikir, model mental, keahlian personal, kerjasama tim, membagi visi bersama,

dan dialog.

PTS juga terus dihadapkan pada tekanan untuk melakukan perubahan.

Seperti diungkapkan oleh Huber (1991) bahwa pembelajaran dapat dicirikan oleh adaptasi suatu organisasi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi, dengan

fleksibilitas dan daya tanggap, serta melalui perubahan di dalam organisasi.

Perubahan tersebut berkaitan dengan efektivitas proses belajar mengajar.

Perguruan tinggi harus mengadopsi proses-proses khusus agar dapat mendorong

perbaikan proses belajar mengajar.

Wang and Lo (2003) menemukan bahwa pembelajaran organisasi

memiliki pengaruh positif terhadap kompetensi. Demikan pula Chaston and

Badger (1999) yang menyatakan bahwa pembelajaran organisasi merupakan

antecedent dari kompetensi organisasi. Pembelajaran organisasi membawa

karyawan dan sumberdaya lainnya bersama-sama membangun kompetensi, dan

karyawan secara terus menerus mempergunakan pengetahuan dan keahliannya

untuk mengatasi masalah-masalah operasional dan strategis sehingga kompetensi

dapat ditingkatkan.

Pembelajaran organisasi yang dilakukan oleh PTS akan menciptakan

kompetensi inti dan strategi guna membantu dalam mencapai kesuksesan (Hitt et

al., 1998). Sumberdaya adalah aset-aset khusus perusahaan yang sulit ditiru,

dimana kompetensi dihasilkan dari integrasi aset-aset khusus tersebut (Teece et

al., 1997). Capron and Hulland (1999) mendefinisikan sumberdaya sebagai

sejumlah pengetahuan, aset fisik, manusia, dan faktor-faktor berwujud dan tidak

berwujud lainnya yang dimiliki atau dikendalikan perusahaan, yang

memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan secara efektif dan efisien

penawaran pasar yang bernilai untuk beberapa segmen pasar. Sedangkan

kompetensi didefinisikan sebagai: “....kemampuan dan pengetahuan yang

menjadi dasar pemecahan masalah sehari-hari...” (Henderson and Cockburn,

1994). Barton (1992) menekankan pentingnya pengetahuan, dan menganggap kompetensi sebagai sistem pengetahuan yang kompleks yang meliputi keahlian

dan pembelajaran karyawan, serta teknologi, manajerial dan sistem nilai

perusahaan.

Khandekar and Sharma (2006) melakukan penelitian yang bertujuan

menunjukkan peran pembelajaran organisasi yang semakin penting bagi kinerja

perusahaan. Ditemukan bahwa pembelajaran organisasi, melalui aktivitas

sumberdaya manusia, memiliki hubungan positif terhadap kinerja keuangan.

Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Prieto and Revilla (2006) yang

menemukan bahwa terdapat pengaruh positif antara kemampuan pembelajaran

baik dengan kinerja non keuangan maupun dengan kinerja keuangan.

Dengan mengoptimalkan kompetensi yang dimiliki oleh PTS, akan

diperoleh keunggulan bersaing yang berkesinambungan (sustained competitive

advantage). Kompetensi yang dimiliki akan menjadi sumber keunggulan bersaing

ketika perguruan tinggi memiliki kompetensi yang bernilai, langka, sulit ditiru

dan sulit untuk digantikan (Barney, 1991). Kompetensi yang dimiliki perusahaan

akan menentukan dan menjaga posisi persaingan perusahaan di industrinya (Pace

et al., 2005). Koordinasi sumberdaya strategis yang tinggi menyebabkan PTS

dapat meningkatkan kinerja, seperti yang dinyatakan oleh Durand (1999:45)

bahwa koordinasi yang baik menciptakan kondisi yang mendukung terciptanya

sumberdaya yang non-imitability, non-tranferability dan non-substitutability,

yang merupakan kunci dalam memperoleh keunggulan bersaing. Slater and

Narver (1994) menjelaskan bahwa bisnis yang mengaplikasikan kompetensi

secara signifikan untuk memahami pesaing dan konsumennya serta

mengkoordinasikan aktivitasnya ke seluruh fungsi bisnis bagi usaha penciptaan

nilai secara terintegrasi akan meraih kemampulabaan, pertumbuhan penjualan, dan kesuksesan produk baru yang relatif lebih tinggi. Pendekatan RBV juga

menyatakan bahwa kinerja yang tinggi akan lebih mudah diraih apabila

perusahaan memiliki kompetensi yang handal (Wernerfelt, 1984; Barney, 1991;

Amit and Schoemaker, 1993).

Perubahan kondisi bisnis berdampak pula terhadap strategi perusahaan

pada umumnya dan strategi diversifikasi pada khususnya. Pemilihan strategi yang

tepat dimulai dari tingkat korporat. Pendekatan utama strategi tingkat korporat

adalah diversifikasi (Hitt et al., 2005:184). Menurut Bettis and Mahajan (1985)

diversifikasi bisnis adalah keanekaragaman jenis usaha baik yang saling berkaitan

(related business) maupun yang tidak saling berkaitan (unrelated business).

Strategi diversifikasi terjadi ketika suatu perusahaan memutuskan untuk masuk

ke produk atau pasar yang berbeda. Strategi diversifikasi adalah strategi

pertumbuhan perusahaan dimana perusahaan melakukan ekspansi operasinya

dengan memasuki industri yang berbeda (Coulter, 2002:260). Diversifikasi yang

terjadi tidak hanya berkaitan dengan variasi produk yang dihasilkan (diversifikasi

produk) namun juga dalam hal hubungan yang dibangun diantara bisnis-bisnis

yang dimiliki.

Penelitian O’Regan and Ghobadian (2004) menemukan bahwa

kompetensi perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap strategi dan

pencapaian kinerja secara keseluruhan. Tingkat profitabilitas tertinggi akan

dicapai oleh perusahaan yang menjalankan strategi diversifikasi yang sesuai

dengan keahlian dan sumberdaya strategis yang dimilikinya (Carleton et al.,

1984). Sebaliknya, ketika perusahaan tidak memiliki sumberdaya strategis yang

cukup untuk mendukung strategi diversifikasi, maka perusahaan akan menemui

kesulitan ketika menjalankan strategi diversifikasi. Chaterjee and Wernerfelt dan kesuksesan produk baru yang relatif lebih tinggi. Pendekatan RBV juga

menyatakan bahwa kinerja yang tinggi akan lebih mudah diraih apabila

perusahaan memiliki kompetensi yang handal (Wernerfelt, 1984; Barney, 1991;

Amit and Schoemaker, 1993).

Perubahan kondisi bisnis berdampak pula terhadap strategi perusahaan

pada umumnya dan strategi diversifikasi pada khususnya. Pemilihan strategi yang

tepat dimulai dari tingkat korporat. Pendekatan utama strategi tingkat korporat

adalah diversifikasi (Hitt et al., 2005:184). Menurut Bettis and Mahajan (1985)

diversifikasi bisnis adalah keanekaragaman jenis usaha baik yang saling berkaitan

(related business) maupun yang tidak saling berkaitan (unrelated business).

Strategi diversifikasi terjadi ketika suatu perusahaan memutuskan untuk masuk

ke produk atau pasar yang berbeda. Strategi diversifikasi adalah strategi

pertumbuhan perusahaan dimana perusahaan melakukan ekspansi operasinya

dengan memasuki industri yang berbeda (Coulter, 2002:260). Diversifikasi yang

terjadi tidak hanya berkaitan dengan variasi produk yang dihasilkan (diversifikasi

produk) namun juga dalam hal hubungan yang dibangun diantara bisnis-bisnis

yang dimiliki.

Penelitian O’Regan and Ghobadian (2004) menemukan bahwa

kompetensi perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap strategi dan

pencapaian kinerja secara keseluruhan. Tingkat profitabilitas tertinggi akan

dicapai oleh perusahaan yang menjalankan strategi diversifikasi yang sesuai

dengan keahlian dan sumberdaya strategis yang dimilikinya (Carleton et al.,

1984). Sebaliknya, ketika perusahaan tidak memiliki sumberdaya strategis yang

cukup untuk mendukung strategi diversifikasi, maka perusahaan akan menemui

kesulitan ketika menjalankan strategi diversifikasi. Chaterjee and Wernerfelt memperkuat posisi persaingan PTS di dalam industri pendidikan. Hal ini dapat

dilihat dari semakin bertambahnya jumlah program studi yang ada dari tahun ke

tahun. Perkembangan jumlah program studi pada PTS di Sumatera Utara